Jas Merah! Jangan
sekali-kali melupkan sejarah. Kalimat itu merupakan salah satu pesan sang
proklamator kepada generasi penerusnya. Presiden pertama Indonesia tersebut
menilai, bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu mengingat perjuangan dan
sejarahnya sendiri. Begitu banyak darah telah ditumpahkan para pejuang untuk
menggoreskan tinta emas dalam lembaran sejarah kemerdekaan bangsa ini. Namun, sangat
sedikit apresiasi dari masyarakat yang mereka dapatkan, minimal untuk mengingat
jasa mereka saja. Masyarakat justru lebih tertarik untuk membahas masa yang
akan datang, namun perlu di ingat dan dicatat baik-baik, masa sekarang dan masa
yang akan datang tidak akan pernah ada tanpa sebuah sejarah.
Menengok ke belakang tentang sejarah bangsa ini, berbagai
peristiwa telah menjadi saksi bisu lahirnya bangsa ini. Kemerdekaan menjadi
salah satu bukti konkret goresan pena sejarah yang telah terjadi. Ratusan ribu
jiwa menjadi korban untuk mengibarkan Bendera Merah Putih di bumi pertiwi.
Berbagai upaya perjuangan telah dilakukan para pahlawan, mulai dari perjuanagn secara
fisik maupun perjuangan melalui jalur diplomasi. Semua itu hanya untuk satu
tujuan. Mencapai kemerdekaan Indonesia yang sepenuhnya. Lalu apa yang akan kita
lakukan setelah bangsa ini memperoleh kemerdekaannya? Banyak hal tentunya.
Kemerdekaan bangsa ini bukanlah akhir dari perjuangan. Kemerdekaan yang telah
diraih adalah tujuan awal dari perjuangan bangsa. Dengan meraih kemerdekaan,
bangsa ini bisa menentukan nasibnya sendiri. Memulai membangun perekonomian
yang stabil untuk menciptakan tatanan masyarakat yang sejahtera. Merintis
pendidikan sebagai upaya untuk mencerdasakan kehidupan bangsa. Dan masih banyak
bidang lain yang harus dibangun bangsa ini.
Namun kondisi yang memprihatinkan sedang dialami ibu pertiwi. Bagaimana tidak, dahulu
pemimpin yang menjadi panutan rakyat kini justru menjadi sorotan negatif
rakyat. Selain itu, persatuan yang pernah diperlihatkan sejarah dalam
perjuangan melawan penjajah mulai dipertanyakan lagi kekokohannya. Di berbagai
daerah muncul berita perang antar suku. Di banyak kota terjadi tawuran antar
siswa sekolah maupun antar mahasiswa. Belum lagi permasalahan perbedaan agama
yang kerap kali memantik api perseteruan. Padahal, sejarah menunjukan bahwa
sekat agama, ras dan golongan bukanlah penghalang terbentuknya persatuan
bangsa. Persamaan nasib dan rasa cinta tanah air menjadi tali penghubung yang
mempersatukan perbedaan tersebut. Bukankah semboyan bangsa kita adalah Bhineka Tunggal Ika, Berbeda-beda tetapi
tetap satu jua. Namun, yang terjadi sekarang ini adalah kemunduran bangsa,
termasuk dalam hal persatuan. Kemerdekaan yang seharusnya menjadi awal kemajuan
bangsa lambat laun menjadi boomerang untuk memundurkan bangsa ini sendiri.
Isu yang paling memprihatinkan adalah perseteruan atas nama agama. Beberapa
kejadian miris pertikaian atas nama agama sering terjadi. Lebih parah lagi
kejadian tersebut sering terjadi berulang kali. Tak jarang pertikaian tersebut
merenggut korban jiwa. Kasus Poso dan Ambon menjadi bukti nyata sejarah kelam
perseteruan atas nama agama yang pernah terjadi di negara ini. Dalam
perseteruan tersebut, masing-masing pihak dari agama yang berseteru saling
melemparkan tuduhan sebagai pihak provokator. Tidak ada pihak yang mau
mengalah. Argumen berbalut arogansi selalu dikedepankan. Sejarah persatuan dan
persaudaraan sebagai bangsa pun seolah dikesampingkan. Atau mungkin sengaja
dibuang dan dilupakan. Akibatnya, pertikaian pun sulit untuk diselesaikan.
Butuh waktu lama untuk merendam kerusuhan berbau agama. Padahal jika semua
pihak menengok sejarah bangsa ini, pertikaian atas nama agama bisa dihindari.
Dahulu, pada saat perumusan Pancasila terjadi perbedaan pendapat dalam sila
pertama. Masyarakat Indonesia Timur yang mayoritas beragama Kristiani menolak
jika sila pertama memuat nama penyebutan Tuhan agama lainnya. Akhirnya, sila
pertama pun diganti menjadi KeTuhanan Yang Maha Esa yang dianggap lebih
mewadahi semua agama yang ada. Perubahan tersebut bukan tanpa arti. Justru
perubahan tersebut menggambarkan rasa toleransi beragama yang sangat tinggi
pada saat itu. Hal tersebut lebih bertujuan untuk tetap menjaga persatuan
bangsa dan negara. Padahal, secara pendidikan, sebagian besar rakyat Indonesia
pada saat itu belum mengenyam pendidikan yang tinggi. Hanya sebagian rakyat
yang bisa meraih pendidikan tinggi. Itu pun tidak merata disetiap daerahnya. Hal
tersebut secara gamblang telah membuka lebar mata kita akan pentingnya
toleransi beragama. Sejarah pernah menunjukkan bahwa Indonesia adalah bangsa
yang dihuni oleh rakyat yang memiliki toleransi beragama yang sangat tinggi.
Malu rasanya jika kita tidak bisa mencontoh dan meneruskan sejarah yang begitu
indah itu.
Mengikisnya nasionalisme juga menjadi keprihatinan tersendiri bangsa ini. Di sekolah
sekolah, banyak siswa yang enggan mengikuti upacara bendera. Padahal, sebelum
meraih kemerdekaan, para pahlawan harus bertaruh nyawa untuk menyanyikan Lagu
Indonesia Raya dan mengibarkan Bendera Merah Putih. Tidak hanya sampai di situ.
Masyarakat sekarang ini lebih menyukai produk buatan luar negeri daripada
produk buatan lokal. Hal tersebut secar tidak langsung telah menunjukkan bahwa
bangsa ini belum merdeka sepenuhnya. Semangat nasionalisme bangsapun kian terkikis perlahan-lahan.
Bagaimana tidak, hampir sebagian besar kendaraan bermotor dan peralatan
kebutuhan lainnya adalah produk luar negeri. Hal ini mengakibatkan mental
bangsa kita menjadi mental bangsa yang konsumtif. Alhasil, bangsa ini pun
menjadi tujuan pemasaran produk yang menarik bagi investor luar negeri. Selain
itu, budaya asing juga mendominasi siaran televisi nasioanal. Banyak anak muda
sekarang yang menggemari budaya Korea atau K-POP. Hampir setiap hari televisi
menyiarkan tari-tarian modern ala luar negeri. Tidak ada yang salah dengan meniru
tarian luar negeri tersebut, tapi jika hal itu dikonsumsi secara berlebihan,
bukan tidak mungkin budaya kita sendiri akan tersisihkan. Padahal, bangsa ini
mempunyai banyak jenis tarian dari setiap daerahnya. Mengapa kita tidak
melestarikan budaya kita sendiri saja? Kita baru ingat jika negara lain sudah
mengklaim bahwa tarian tersebut adalah budaya mereka. Bak kebakaran jenggot, bangsa
kita merespon dengan melakukan berbagai
unjuk rasa menolak pengakuan budaya kita oleh negara asing. Sunggguh perbuatan
yang sangat terlambat. Padahal, sekali lagi sejarah pernah menunjukkan, dahulu
sewaktu presiden Soekarno memimpin bangsa ini, tidak ada satu pun negara yang
berani mengganggu kebudayaan Indonesia. Apalagi mengklaim dan mengakuinya
sebagai budaya mereka sendiri.
Sebagai seorang generasi muda penerus bangsa, sudah
menjadi kewajiban kita untuk mengisi kemerdekaan. Tidak cukup hanya dengan
belajar dibangku kuliah dan mendengarkan penjelasan dosen di kelas. Banyak hal
yang masih bisa kita tempuh untuk mengisi kemerdekaan ini. Salah satunya adalah
melihat sejarah sebagai suatu pembelajaran bangsa. Bagaimanapun sejarah merupakan
goresan peristiwa masa lalu. Di dalamnya terdapat sebuah proses menuju kehidupan
masa kini. Tanpa sejarah, mustahil kita akan menikmati masa kemerdekaan ini. Di dalam sejarah pun kita
bisa menemukan nasionalisme bangsa yang begitu kuat. Bayangkan saja, sejarah
bangsa ini pernah menunjukkan persatuan bangsa yang begitu hebat untuk melawan
penjajah. Berjuta-juta orang baik tua maupun muda bersatu padu hanya untuk
menyanyikan Lagu Indonesia Raya sembari memberi hormat kepada Bendera Merah
Putih.
Tidak hanya sampai di situ saja. Sebagai generasi penerus yang mengenyam pendidikan
tinggi, melihat sejarah sebagai proses pembelajaran dapat kita lakukan dengan
berbagai kegiatan postif. Tidak hanya cukup dengan membaca buku sejarah dan
menceritakan kepada masyarakat saja. Lebih dari itu. Meluruskan sejarah juga
merupakan salah satu tugsa kita sebagai generasi bangsa yang terdidik. Kita
bisa menulis artikel maupun jurnal tentang sejarah. Bahkan kita juga bisa
melakukan penelitian untuk membuat tugas akhir (skripsi) sebagai syarat
kelulusan pendidikan akademik nantinya. Dengan melakukan penelitian dan
pengakajian sejarah, secara tidak langsung kita telah membantu meluruskan
sejarah bangsa yang sekiranya telah menyimpang dari sejarah itu sendiri.
Peristiwa sejarah memang tidak pernah salah tetapi banyak hal yang sengaja
disalahkan atau disimpangkan oleh berbagai pihak untuk melahirkan sejarah baru
yang justru melebar jauh dari kebenaran sejarah itu sendiri. Hal ini nantinya
akan berdampak pada stabilitas bangsa dan negara karena penyimpangan sejarah
sangat mudah memicu terjadinya disintegrasi dalam bangsa.
Kesadaran masyarakat akan pentingnya melihat sejarah sebagai pembelajaran harus segera
kita tumbuhkan. Bukan untuk menerima sejarah sebagai sesuatu hal yang selalu
benar. Kita harsus bisa melihat sejatah dalam sudut pandang yang lainnya. Dalam
artian kita melihat sejarah sebagai suatu jalan pembentukan jati diri bangsa,
bukan hanya sejarah sebagai suatu peristiwa masa lamapu yang sudah terjadi. Sejarah
sendiri adalah proses menuju masa kini. Tanpa sejarah mustahil akan lahir
sebuah negara merdeka bernama Indonesia. Kemerdekaan yang kita nikmati ini adalah
sebagian dari goresan manis sejarah bangsa ini. Terlepas dari benar salahnya
sejarah itu sendiri, mengharagai sejarah sebagai suatu proses pembentukan
bangsa adalah kewajiban generasi muda. Tugas kita saat ini adalah menciptakan
sejarah baru yang membanggakan. Agar nantinya kemerdekaan Indonesia yang pernah
menjadi sejarah manis tidka brubah menjadi sejarah kelam yang dilupakan. Sudah
saatnya bangsa ini kembali menjadi sebuah bangsa besar yang disegani.
Jas Merah! Jangan sekali-kali melupakan
sejarah! -EW-
Sumber: http://suaraproletariat.blogspot.com